"Sepkabola Menjadi Barang Yang Mahal......" Demikian sebaris lirk salah satu hits penyanyi legendaris Indonesia, Iwan Fals. Sekilas lirik itu mungkin ditafsirkan sebagai imajinasi seorang pekerja seni, namun ketika saatnya gue tinggal di kota kecil, lirik tersebut kuyakini sebagai potret realita masyarakat kelas bawah dan tinggal jauh dari kota-kota besar di negeri berlambang burung Garuda ini. Bagi masyarakat Indonesia yang tinggal di kota besar nonton TV adalah hal yang lumrah dan murah. Cukup punya pesawat TV dan antena UHF, seluruh siaran TV swasta dan TVRI bisa dinikimati. Artinya kalo ada siaran langsung bola di TV swasta tinggal pilih channel stasiun yang nayangin.
Ironi bagi penduduk yang tinggal di kota kecil kayak gue. Untuk menikmati siaran TV swasta kudu beli antena parabola dulu plus ongkos setting yang bisa mencapai 1 juta in total. Kadang biaya ini gak sebanding karena ada sebagian channel gak bisa ditangkap. Siaran langsung sepakbola sekarang memang sudah jadi barang mahal buat gue. Hampir setiap siaran langsung di TV swasta kayak SCTV,RCTI,ANTV,TV One,sampe Trans TV gak bisa lagi dinikmati karena semuanya diacak (encrypted).
Lucunya orang kayak gue terpaksa harus nonton siaran langsung lewat MiruTV, kan aneh orang Indonesia yang mau nonton siaran TV swasta Indonesia kudu streaming dulu dari layanan live yang servernya ada di Jepan sono. Gue sih gak muluk-muluk punya harapan buat Menpora (siapapun dia), Yang gue amat sangat butuhkan adalah seorang Menpora yang bisa menjamin siaran langsung bola di TV swasta karena susah bagi gue kalo mesti keluar duit lagi bulanan buat bayar tagihan TV berbayar kayak Indovision, Telkom vision,etc apalagi mesti beli receiver matrix bola dsb segala tetek bengeknya.
No comments:
Post a Comment